• Home
  • About
  • Contact
    • Category
    • Category
    • Category
  • Shop
  • Advertise
twitter instagram

SUKA-NGAYAL

written by reza kahar

            Hei kamu, yang sedang duduk di belakangku.
            Rambutmu kenapa pirang? Sengaja, ya, buat aku kagum? Ah, dasar! Pengen nanya nama kamu, tapi aku malu. Biasa aku gak begini. Kamu hebat, bisa merubah kebiasaan aku.
            Di tempat yang sama, kita uda ketemu tiga kali, loh.. sanger panas minumanku menjadi saksinya. Minuman yang selalu aku pesan ketika aku berjumpa sama kamu. Cuma mata kita yang saling berbicara, menatap malu-malu, seolah-olah kau yang berharap aku menegurmu duluan. Sementara aku berharap kau tidak membuat aku begini. Aku yang tidak pernah malu untuk menegur orang. Tapi sekarang, kau biang keroknya.
            Hari pertama kita jumpa, aku lagi mengerjakan tugas di sebuah café di medan. Aku yang saat itu terlambat datang langsung kau sambut di depan café. Mungkin kau gak merasa, tapi tidak denganku. Hari ini, aku baru tau kau pirang. Sebelumnya, kau pake hijab.
            Kau yang sedang asik bercerita dengan teman cowokmu, membuat aku yakin bahwa dia itu bukan pacarmu. Entah kenapa aku bisa punya keyakinan kayak gitu. Mungkin karena wajah dia yang tidak berbanding lurus denganmu. Begitu juga dengan badannya yang hitam, gendut, dan brewokan. Hampir tidak bisa aku membedakan yang mana manusia dan gorilla.
            Tidak denganmu, aku yang tidak bisa membedakan yang mana manusia dan bidadari. Mungkin tuhan sengaja menurunkan bidadari dari surga ke bumi. Sesekali kulihat kau mengisap sebatang rokok. Di surga gak ada rokok? Apa kau turun ke bumi Cuma untuk beli rokok? Atau kau turun ke bumi Cuma untuk merubah kebiasaan aku? Ah, kau kece sekali.
            Selama dua jam aku duduk di café itu, aku selalu curi-curi pandang ke teman cowokmu yang seperti gorilla itu kau yang seperti bidadari. Tapi kita tak kunjung saling berbicara.
            Aku pulang, dengan membawa kebiasaan baruku. Aku gak tau namamu, kuliahmu, ukuran celana dalammu, apalagi isinya.
            Aku hapal mati gimana bentuk wajahmu. Aku hanya berharap, aku menemukanmu di explore instagram. Ah, mana mungkin cewek kece kayak kau tidak punya instagram. Itu mustahil. Aku yakin.
            Selama sebulan lebih ketika aku pertama berjumpa denganmu, kerjaanku selalu stalker explore instagram di akunku. Aku tau itu susah, tapi aku gak mau berhenti berusaha. Mungkin kalian menilai aku cowok yang bodoh dan gak gentleman. “kenapa gak tanyak aja langsung namanya?” pasti kalian bertanya seperti itu. Aku Cuma bisa menjawab, “DIA YANG BUAT AKU GAK BISA BERTANYA SEPERTI ITU!!!”
            Sebulan berlalu,  tanpa sengaja aku kembali datang di tempat yang menjadi saksi kita berjumpa pertama kali. Sanger panas yang juga menjadi saksi juga gak mau ketinggalan. Dengan begitu, mereka juga akan menjadi saksi ketika aku berhasil mengetahui siapa namamu dan dimana kuliahmu.
            Tiba-tiba, kau datang lagi. Sekarang kau datang berdua dengan teman cewekmu. Aku gak tau, apakah temanmu yg cowok kemaren itu memang sudah ganti kelamin atau tidak. Kenapa aku berpikiran kayak gitu? Ya.. karena mukanya gak jauh beda sama teman cowokmu kemaren. Badannya gendut, hitam, tapi tidak brewokan. Sekarang, wajah temanmu yg cewek itu seperti bidadari yang diturunkan tuhan dari surga, tapi, dengan kepalanya yang duluan mendarat di bumi.
            Di meja yang berbeda namun dengan posisi yang sama seperti kemaren. Wajah kita berpapasan. Kiblatku memang gak pernah salah. Kau kece!
            Lagi, lagi, dan lagi. Aku belum berani untuk mengajak kamu berbicara. Mau mu apa? Apa kau mau aku terus-terusan mencari kamu di explore instagram? Fine! Aku siap!
            Aku selalu curi-curi pandang denganmu. Kau juga demikian. Tapi kenapa kita tidak bisa berbicara? Susah rasanya. Seakan-akan tuhan hanya menciptakan mata itu untuk berbicara. Padahal tidak.
            “aku pulang duluan, ya,” mataku yang berbicara. Tatapan matamu yang hanya sekilas memandangku ketika aku beranjak pergi seakan berbicara “iya, hati-hati. Goodluck buat mencari aku di explore instagram mu”
            Setelah itu, aku kembali pada kebiasaanku yang kau buat. Mencari, mencari, dan terus mencarimu di explore instagram. Aku belum menyerah. Aku menyanggupi tantangan yang kau buat melalui tatapan matamu kemarin. Ah, kau kece!
            Dan sekarang, ketika cerita di blog ini aku tulis, di tempat yang sama, dengan sanger panas yang juga gak pernah absen diatas meja ini, aku kembali berjumpa denganmu. Kali ini, kau gak pake hijab. Rambutmu pirang. Kemana hijabmu? Ah, kau kece!
            Sekarang posisimu di belakangku. Kau menghadap aku yang sedang membelakangimu. Kali ini mata kita sulit untuk berbicara. Mungkin, hanya matamu yang berbicara kepadaku seakan berkata “gimana? Uda ketemu aku di explore? Atau kamu uda nyerah? “
            Oke, kali ini aku coba mengetahui namamu langsung dari mulutmu. Sepertinya, ini hari terakhir aku buat mencari kamu di explore instagram. Aku akan kembali pada kebiasaanku yang gak pernah malu untuk negur orang duluan.




SUDAH!!! NANTI AKU LANJUT KALO UDA TAU NAMANYA, YA!!!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Lagi duduk di salah satu cafe di Medan sambil menyedu segelas sanger panas minuman favoritku, aku kembali melanjutkan cerita dari “Gilea, aku senang!”.  Butuh ketegaran hati untuk melanjutkan cerita ini.

Aku berlindung kepada Allah, dari cerita mantan yang terkutuk.

Dengan menyebut nama mantan, yang maha bikin nyesek dan maha bikin sakit hati.

Siang itu, tanggal 31 Oktober 2015, aku lagi pulas dalam tidur siangku. Tiba-tiba ada telfon masuk. Lalu telfon nya aku suruh keluar. Soalnya masuknya gak pakek Assalamualaikum. Kenapa jadi absurd gini? Ah, sial!

Telfon ada yang manggil. Dari siapa? Jelas, dari si pawang buaya. Telfon nya aku angkat.

“hallo” (gak ada jawaban)

“hallo” (tetap gak ada jawaban)

“woy halloooooo!!!!” (gak ada jawaban juga)

Pantesan.. telfon nya cuma aku angkat doang. Tombol “jawab” nya gak aku pencet. Maklumin aja, namanya juga ngantuk. Orang ngantuk gak pernah salah. Yang salah itu ngucapin selamat tidur ke pacar orang. Titik.

*pencet tombol jawab di handphone”

“hallo, yng” kataku.

“iya yng.. kamu lagi apa? Aku mau berangkat ini ya ke Siantar”

“baru bangun tidur siang ini yng. Iya yng, kamu hati-hati, ya”

“iya sayang. Kamu jangan lupa makan, ya”

“iya yng, ini mau makan”

“oh yauda yng, makan lah dulu. Nanti aku telfon lagi, ya”

“oke, yng”

“jangan gak makan. Nanti aku marah!!!”

*telfon ditutup. Takut masuk angin. Takut dimakan kucing juga*

Karena aku sayang, aku nurut perintah dia. Takut dia marah. Takut liat mukanya. Cewek kalo marah itu mukanya jelek. Tapi lebih jelek lagi kalo cewek itu nguapnya ditahan-tahan.

Aku kumpulkan tenagaku untuk bangkit dari tempat tidur, lalu aku beranjak membuka pintu kamar, aku pergi ke dapur, sampek di dapur, AKU TIDUR SIANG LAGI. Gilea marah? Silahkan aja. Aku tetap sayang.

10 menit kemudian, Gilea nelfon lagi.

“hallo.. uda jadi makan nya?”

“aku gak mau makan. Kamu jahat!” aku bilang ke dia dengan intonasi agak kuat.

“loh kamu kenapa yng? Aku jahat kenapa?” dia nanya heran.

“kamu tega, ya, ngingatin aku jangan lupa makan, tapi kamu gak ngingatin aku jangan lupa minum. Ha?! Sanggup kamu?! Tega?! Iya?! Mau aku mati keselek?!” aku marah. Padahal becanda.

“ya allah yng.. yauda.. kamu jangan lupa makan, jangan lupa minum, jangan lupa cuci piring, jangan lupa berak kalo uda sesak, jangan lupa disiram taiknya, jangan lupa cebok, dan… JANGAN LUPAIN AKU, YA?!!!” kata dia dengan nada yang agak di tekankan.

“hahaha, yauda yng, siap!!!”

“love you”

“love you too”

*telfon ditutup. Aurat juga ditutup. Dosa kalo dibuka*

Sore itu, sudah menunjukkan pukul 16.60 WIB. Sebagaimana keseharian ku kalo lagi di rumah, jam segitu aku wajib mandi. Bukan mandi wajib ya! Ingat, wajib mandi!!! Karena aku gak habis mimpi basah.

Niat nya pengen sms dia. Kalo di-line, hp nya Gilea lagi rusak. Konon katanya, hp Gilea rusak karena pergaulan yang terlalu bebas dan kurang perhatian dari orang tua. Rusak!

Tapi, nanti aja. Mandi wajib dulu.

Selesai mandi, aku langsung sms dia. Pengen nanya aja uda sampek mana dia sekarang.

“yng, uda dimana?”

“masih di hatimu loh yng. Gak kemana-mana”

            Wait.. sebenarnya jawaban kayak gitu norak kali. Sama noraknya kayak ditanya “lagi ngapain?” dan jawabannya “lagi mikirin kamu.” Tapi, karena dia itu Gilea, aku sayang. Aku senang.

            “oh yauda, ntar kalo uda sampek, kirim salam sama mama kamu, ya..”

            *gak dibales*

            Oke, mungkin dia habis pulsa. Biarkan aja. Oke, aku cari kesibukan lain sembari menunggu dia sampe di tujuan.

            3 jam berlalu, sms belum juga dibales. Telfon ku juga gak diangkat. Gilea, kamu dimana? Kenapa sms ku gak dibales? Telfon ku juga gak diangkat? Aaarrggghhh..

            Malamnya, aku telfon lagi. Nyambung. Dan ada yang ngangkat.

            “hallo” kataku

            “Gilea nya lagi sholat , ja”

            “oh yauda kak, ntar aku telfon lagi”

            Yang nerima telfon rupanya bukan dia. Tapi kakaknya. Syukur, lah, muadzin dekat rumahnya berhasil memanggil dia untuk sholat.

            15 menit kemudian, aku telfon dia lagi. Gak diangkat. Berkali-kali ku coba, tetap gak diangkat juga. Sesekali, nomornya sibuk. Sesekali lagi, nomornya gak aktif. Gilea kamu kemana? Apa kamu masih sholat dan belum siap juga? Sholat apa kamu? Taraweh? Ah lama kali kalo sholat aja. Kamu dimana, sih? Aku kecarian.

            Waktu sudah lama berlalu. Gilea tiba-tiba menghilang. Aku berbaring di kamar, merebahkan badan, sesekali aku check hp, tapi tetap aja kabar dari Gilea nihil.

            Di situasi kayak gini, aku kebingungan. Kenapa dia diemin aku tiba-tiba. Padahal sebelumnya kami gak ada masalah apa-apa. Berkali-kali aku coba telfon dia, tetap gak diangkat juga. Padahal nomor nya aktif. Ah, Gilea! Kamu mulai buat aku berantakan.

            Satu hari berlalu tanpa kabar dari dia. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu. Perasaan bersalah selalu muncul. Aku berpikir, apa mungkin dia udah bosan? Atau dia mulai jenuh? Atau dia kayak gini karena aku berbuat salah? Ah.. tapi gak mungkin. Sebelumnya kami baik-baik aja. Dan ini terjadi secara tiba-tiba. Gilea, kamu dimana? Aku mulai berantakan.

            Hari kedua juga sudah berlalu. Sudah dua hari Gilea tanpa kabar. Aku gak tau dia dimana. Aku juga bingung, nomornya masih aktif tapi gak ada yang ngangkat juga kalo aku telfon. Aku gak pernah bosan, aku terus telfon dia. Tapi tetap aja gak ada jawaban. Gilea, kamu dimana? Aku hampir berantakan.

            Di hari ketiga, aku coba datang ke rumah dia. Pagi sekali, aku uda berada di rumahnya, aku panggil dia.

            “Gileaa.. assalamualaikum..” kataku dari depan pagar rumahnya.

            “assalamualaikum.. Gileaaa” aku coba terus panggil dia. Kali ini dari belakang pagarnya. Siapa tau dia jawab.

            Tapi tetap aja, nihil. Waktu aku panggil-panggil, Rumahnya gak ada yang ngangkat gak ada orang. Seperti tidak ada tanda kehidupan. Atau mereka belum balik dari Siantar. Aku gak tau. Yang aku tau, sekarang aku kecarian Gilea.

            Aku pulang dengan membawa perasaan kebingungan. Aku bingung salahku apa. Bagiku gak masalah kalo dia minta putus asal dengan alasan yang jelas. Tapi nyatanya, aku dikacangin. Lebih baik aku jadi caleg DPR yang fotonya selalu dikacangin sama orang-orang yang melintas. Sekalipun di foto itu mereka selalu tersenyum dengan gayanya masing-masing.

Hari ke empat, sama kayak hari-hari sebelumnya. Sama-sama hampa.

Sampai di hari ke lima, aku coba telfon dia lagi. Nomornya gak aktif. Operatornya ngomong “nomor yang anda tuju sedang tidak memperdulikan anda, atau berada diluar pikiran anda.” Mungkin operatornya sudah mulai lelah karena aku telfon terus. Makanya operatornya ngomong kayak gitu. Hem…

Malam harinya ada sms masuk dari si pawang buaya. Isinya…

“Kamu gak salah apa-apa, kok. Ini salah aku. Mungkin cara aku yang buat kamu sedih dan kecarian. Tapi aku kayak gini bukan tanpa alasan. Ada sesuatu hal yang gak bisa aku ceritakan tapi harus dimengerti. Kamu jangan sakit-sakit, ya. Aku gak mau buat kamu sedih. Kamu semangat kuliahnya. Bentar lagi tamat kan? Goodluck, pelawak hatiku.”

        Sebelum aku bales sms dia, mari kita bahas satu persatu point isi sms dia.

  • ·        Kamu gak salah apa-apa: berarti aku gak salah? Terus kenapa diginiin?

  • ·        Ini salah aku : oke, ini salah dia. Aku setuju. Kalo dia salah, kenapa gak minta maaf?

  • ·        Mungkin cara aku yang buat kamu sedih dan kecarian           : iya, ini cara kamu. Kalo cara aku, bukan kayak gitu. Aku ngomong. Bukan menghilang.

  • ·        Tapi aku kayak gini bukan tanpa alasan : memang bukan tanpa alasan. Semua memang ada alasannya. Alasannya apa? Ayam alasan?

  • ·        Ada sesuatu hal yang gak bisa aku ceritakan tapi harus dimengerti : ntar, ya, kamu gak bisa cerita dan kamu maksa aku untuk ngerti? What is the maksud? Gimana aku mau ngerti kalo kamu gak cerita? Mungkin kamu juga gak tau kamu lahirnya dimana dan tanggal berapa, tanpa diceritakan sama orang tuamu.

  • ·        Kamu jangan sakit-sakit, ya, aku gak mau liat kamu sedih      : Kamu gak mau aku sakit, dan gak mau liat aku sedih. Tapi kenyataanya, ini yang kau perbuat.

  • ·        Kamu semangat kuliahnya. Bentar lagi tamat kan?      : itu kewajibanku. Tanpa kamu suruh, aku juga akan lakuin. Bukan kayak kamu yang tanpa alasan dan gak mau ceritakan apa alasan tersebut.

  • ·        Goodluck pelawak hatiku! : stop! It’s so fucking bullshit!!!


Dan kalian tau apa yang aku bales? Aku bales “Y, MKSH, GPP”

      Aku gak terlalu peduli. Aku sudah terlihat seperti orang bodoh. Tapi aku berfikir positiv, mungkin dia masih labil. Sama seperti yang pernah dia bilang ke aku waktu itu. Intinya, gak jodoh.

      Setelah kejadian itu, kami komunikasian seperti biasa, tanpa ada bawa-bawa perasaan yang dulu. Sekarang aku sama Gilea jadi teman, walaupun dia sudah buat aku berantakan! beginilah aku dengan segala kisah cintaku.


SEKIAN!!!

SALAM BERANTAKAN!!!

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Kalian tau Gilea? Enggak kan? Makanya, simak!!!
Gilea. dia adalah pawang buaya salah satu kebun binatang di Medan. Keahliannya bisa membelah lautan pake tongsis kesayangannya. Hobinya bikin aku kangen. Cita-citanya jadi suami orang yang dapat persetujuan dari orang tuanya.
Wait.. kenapa aku memilih nama Gilea? Karena aku suka sama wanita yang bernama “Milea Adnan Hussain” yang ada di novel terbaik yang pernah aku baca (padahal baca novel baru dua kali). “Dilan. Dia adalah dilanku tahun 1990 dan 1991” karyanya pidi baiq. Kalau aku ketemu sama Milea, aku mau foto bareng. Fotonya aku jadikan display picture di semua social media yang aku punya untuk seumur hidup. Walau belum tau bagaimana wujud aslinya, aku tetap suka dan kagum. Bagaimana dengan Gilea? Aku lebih suka dan lebih kagum. Selain dia seorang pawang buaya, dia juga suka buat aku kangen. Sementara Milea hanya membuat aku kagum dan penasaran. Buat Milea dan Gilea, dimanapun kalian berada sekarang, aku kagum, aku kangen, dan aku penasaran.
Milea: “I’m your admirer”
Gilea: “I’m your pelawak hati”
            Jangan tanya aku kenal Gilea dari mana, karena kalian juga belum perrnah mendapat pertanyaan dari mana awalnya kalian mengenal orang tua kalian. Ya kan? Iya! Gak usah bohong.
“halloooo” kataku. Dari chat line. Kenapa? Salah? Emang harus dari telfon baru boleh bilang hallo?
“hollaaa” balasnya cepat.
“anak mana?” kubalas lebih cepat.
“anak? Belum punya. Rencana buat aja juga belum ada”
 jawabnya ditambah emoticon mengejek.
(fix, anak ini bisa diajak bercanda. Aku suka. Karena aku juga)
“maksudnya, tinggal dimana? Gitu..”
jawabku jengkel.
“di jermal IV. Tau?”
katanya seolah-olah menantang pengetahuanku soal daerah di medan.
“tau! Deket soalnya”
kujawab santai.
“anak mana emang?”
 dia nanya balik. Memastikan rumah kami deket atau enggak.
“anak? Belum punya”
aku jawab dengan serius, dalem hati bercanda.
“kenapa belum punya"?”
Dia balik nanya. Sepertinya dia meladeni aku yang sedang bercanda.
“iya. Soalnya kamu juga belum punya rencana buat kan? Entar kalo uda siap, kita buat ya..”
Aku jawab tanpa emoticon biar keliatan serius. Padahal bercanda.
“hahaha.. ada-ada aja”
dia ketawa dalam bentuk tulisan. Gak tau aslinya. Mungkin mukanya datar.
“haha”
aku bales ketawa juga. Aslinya, aku beneran ketawa.

            Sejak saat itu aku memutuskan untuk menetapkan dia sebagai teman yang bisa diajak bercanda. Dan aku senang. Gak tau Gileanya gimana. Itu urusan dia. Seandainya dia senang, aku lebih.
            Kalo ada waktu, aku chat dia. Kalo gak ada waktu, aku berusaha cari waktu untuk bisa chat sama dia. Dia juga sebaliknya, kalo dia ada waktu, dia bales chat aku. Kalo gak ada waktu, dia berdoa supaya aku juga gak ada waktu buat ngechat dia. Mungkin dia gak suka chat sama aku. Mungkin. Aku gak tau. Karena yang aku tau sekarang, aku senang kalo dia bales chat aku.
            Tanpa lama menyadari itu semua, aku tau dia juga senang chat sama aku. Terbukti dengan satu harian kami bercerita lewat chat. Nyambung. Seru. Sampai di satu sesi dia bilang kali kalo aku itu pelawak hatinya. Spontan aja aku baper. Uda bawa-bawa hati soalnya. Entah karena aku yang memulai atau memang kesadaran dia yang bisa bilang kaya gitu. Fix, aku senang.
            Bosan dari chat, aku telfon dia.
“hallo, dengan Gilea saya berbicara?”
“bukan, ini adminnya Gilea”
“oh adminnya. Bilang ke Gilea kalo saya mau bicara”
“oke, ntar..” seolah-olah dia manggil Gilea. Padahal aku yakin, admin itu adalah Gilea.
“iya.. saya Gilea. Ini siapa ya?”
“pelawak hatimu”
“hahahhaha”dia ketawa. “dasar, pelawak hatiku!”
“hehehe.. lagi ngapain?”
“lagi telponan, lah”
“oh, berarti uda gak bernapas lagi nih?”
“ih.. bernapas lah..”
“besok aku main ke rumah ya..”
“main kok ke rumah. Tuh, taman kanak-kanak. Uda gedek kok masih main”
Dia merepet sendiri. Keliatannya bercanda. Tapi aku gak tau.
“yaudah. Aku main ke taman kanak-kanak aja besok ya..” kujawab serius.
“aku gak diajak?” katanya pelan.
“enggak. Nanti aja kalo aku uda dewasa, terus kita punya anak, setelah itu kita antar anak kita ke taman kanak-kanak. Kita bermain bersama”
Kujawab dengan sedikit intonasi tertawa diakhirnya.
“haha.. kamu ini. Pantesan aju aku manggil kamu pelawak hatiku.”
Jawabnya kekeh

            Gak terasa, 2 jam lebih 60 menit kami cerita lewat telfon. Sampai akhirnya membawa kami pada situasi mata yang mulai redup dan hati yang sedang senang-senangnya. Selamat malam Gilea. Aku senang.
            Besoknya aku datang ke rumahnya dia. Sekalian pengen jumpa untuk pertama kalinya. Selama ini cuma lewat foto yang dia pap (post a picture) kalo kami lagi chattingan. Selain itu, pengen kenal sama keluarganya dia. Kata Gilea, dia tinggal sama kakak kandungnya yang uda menikah dan punya satu orang anak. Namanya namine. Aku uda liat dia. Dari foto juga. Waktu Gilea ngepap juga. Anaknya lucu dan gemesin. Aslinya Gilea bukan di Medan. Dia anak Siantar, Sumatera Utara.
            Dengan alamat yang sudah jelas, aku datang ke rumah dia. Akhirnya aku disambut sama orang yang selama ini buat aku senang. Gilea. Gak jauh beda foto sama aslinya. Sama-sama punya hidung, mata, rambut, kaki, dan tangan. Bedanya, kalo difoto dia keliatan gak bernafas. Aslinya, jelas, lah, bernafas juga.
            “sini masuk” perintah dia sembari membukakan pintu hatinya pagar rumahnya.
            Aku masuk dengan perasaan senang yang tersisa ketika aku pertama kenal dia.
            “di luar atau di dalam?”
            “di luar aja. Biar segar” kataku.
Kebetulan cuaca hari itu lagi senang-senangnya sama alam. Sama kayak aku ke Gilea saat itu.
“mau minum?” dia nanyak.
“gak usah. Aku gak peminum. Dosa. Hehe” kujawab bercanda.
“huft.. dasar pelawak hati!” dia menjawab sambil pergi masuk mengambilkan air minum.
“ini, minum!” sambil meletakkan gelas yang uda berisi sirup kurnia.
“iya, makasih” jawabku. “gak ada racun nya kan? Hehehe. Canda.”
“ADA! NANTI KALO KAMU MINUM, KAMU PUNYA RASA YANG BEDA” dia menjawab seakan dalam minuman tersebut memang ada sesuatu.
“iya, kok jadi beda, ya..” kutanya heran.
“loh, beda? Apanya yang beda?” dia nanya panik.
“iya beda. Soalnya ini masih sirupnya doang. Belum dicampur air. Kental. Hhe”
Kujawab dengan cengengesan.
“dasar pelawak hatiiiiii!!!!!” dia bentak denga rasa jengkel di dialamnya.
Aku Cuma ketawa.

Ya, kami cerita panjang lebar. Sampai akhirnya aku ketemu sama kakaknya Gilea. Aku salim kakaknya dia. Berharap abang iparnya gak cemburu. “reza, kak” kataku. “ohiya.. enakin aja, ja” kata kakaknya sambil berlalu pergi meninggalkan kami berdua di teras rumahnya. (((Enakin aja, ja))). Entah apa yang harus aku enakin. Adiknya, atau minumannya. Tapi aku lebih menikmati waktu berdua cerita sama dia. Seru.
Sesekali Namine datang menghampiri kami yang sedang bercerita. Seakan dia terlihat caper dengan gaya dan tingkah lakunya yang membuat aku gemes dan pengen nyubit mamanya pipinya. Tapi, sorry, Namine, tantemu (Gilea) lebih buat aku senang. Pergi sana, nikmati masa kecil mu. Aku menyukai tantemu. Dengan begitu, aku juga akan suka denganmu.
Gak terasa uda hamir 4 jam aku cerita bareng Gilea. Permulaan yang sangat bagus dan berkesan. Rasanya lebih nyaman cerita di rumah daripada harus nongkrong di cafe. Karena sesungguhnya cafe yang membuat aku nyaman adalah cafelaminan bareng Gilea. *halaaahhh..
“hei, aku pulang dulu ya” kataku pamit
“pulangnya dulu? Gak sekarang?” dia nanya ngeledek..
“hei, aku pulang sekarang ya” kuperbaiki kata pamitku.
“oke. Aku panggil kak fajar dulu ya”
“panggilnya dulu? Gak sekarang?” kubales ledekan dia.
“dasar pelawak hati!!!” jawabnya malu. “bentar”.
“kak, pamit pulang dulu” kusalim kak fajar yang baru datang.
“sekarang” sambung Gilea yang berdiri di sebelah kakaknya.
“iya kak.. pamit sekarang ya..” ku ulangi.
“kok gak dari tadi? Hehehe.. becanda. Yauda hati-hati ya, ja..” kata kak fajar.
“iya kak” jawabku.

“bye kak fajar. Bye namine” kataku dalam hati. Khusus Gilea, aku gak mau pamit. Karena aku belum mau pisah sama dia. Walau raga pergi meninggalkan, hati tetap pada pendirian dalam hatinya. Makasih Gilea, uda buat aku kayak gini. Aku senang.
Setelah pertemuan pertama itu, kami semakin dekat. Yang membawa kami kepada satu pelabuhan perasaan. Sayang. Ah, uda trauma deh, ada rasa saying tapi gak ada hubungan. Takut. Yaudah, menurut aku, Gilea adalah orang yang pas buat ngatasi rasa takut aku.
Malam itu, 23 Agustus 2015 aku telfon dia seperti biasa.
“hallo, ini Gilea?”
“bukan.. ini pawang buaya”
“tapi aku mau ngomong sama Gilea. Bisa?”
“gabisa. Gilea nya lagi sayang sama buaya nya. Makanya aku mau ngomong sama buaya nya”
“disini gak ada buaya. Maaf”
“kamu laki-laki?”
“iya”
“buaya , dong..”
“…”
            Ah.. sial. Gilea kayanya makin asik diajak bercanda. Oke, aku ladeni sekarang.
            “eh, buaya itu gak semua jantan, loh.. ada betina nya juga” kujawab santai.
            “emang bener. Aku juga buaya. Tapi pawangnya. Hahaha”
            “kalo begitu, buaya juga sayang sama pawang nya. Jadian, yuk..”
            “hayuk. Mau jadi apa? Tetep jadi buaya, pelawak hatiku, atau pacarku?” dia nawarin.
            “jadi apa aja. Yang penting kita bisa saling sayang. Hehehe”
            “jadi pacarku yang kayak buaya aja gimana?”
            “gak papa. Oke”
            “love you”
            “love you too, Gilea”
            Yak! Saat itu aku sama Gilea jadian.
            Gimana hubungan aku sama Gilea selanjutnya? Nanti aku cerita lagi, ya. Aku mau tidur dulu. Selamat malam Gilea. Aku sayang kamu!



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Nengok - Nengok

YANG PUNYA



Komposisi: Tulang, Daging, Nyawa, dan Nama!



SAYA DI TEMPAT YANG LAIN

  • instagram
  • youtube
  • twitter

recent posts

Blog Archive

  • June 2022 (1)
  • December 2021 (1)
  • March 2020 (1)
  • September 2019 (1)
  • June 2018 (3)
  • January 2017 (1)
  • December 2016 (2)
  • September 2016 (2)
  • May 2016 (1)
  • November 2015 (3)
  • November 2014 (1)
  • September 2014 (1)
  • July 2014 (1)
  • June 2014 (1)
  • March 2014 (2)
  • December 2013 (1)
  • August 2013 (1)
  • July 2013 (1)
  • June 2013 (1)
  • May 2013 (1)
  • April 2013 (2)
  • March 2013 (4)
  • February 2013 (3)
  • January 2013 (2)
  • December 2012 (3)
  • November 2012 (2)
  • October 2012 (1)
  • September 2012 (1)

Created with by ThemeXpose